(Review) Mariposa

Agak terlambat untuk mengulas film remaja romantis satu ini, tapi gue punya beberapa hal penting yang perlu gue omongin. So, here you are~

 


 

Mariposa, film garapan Falcon Pictures dan Starvision ini merupakan film adaptasi dari novel daring (Wattpad) terkenal berjudul sama karya Luluk HF. Bagi para pembaca Wattpad, pasti familier dengan penulis satu ini. Apalagi, Luluk selalu menulis cerita-cerita remaja yang relevan dan jujur..., beberapa novelnya memang menggemaskan.

Gue pribadi belum sempat membaca novelnya, baik yang versi Wattpad maupun cetak. Jadi, gue nggak akan bahas novelnya, atau membandingkan versi mana yang lebih bagus. Gue hanya akan mengulas apa yang gue tonton. 

Film Mariposa disutradarai oleh Fajar Bustomi (Juga menyutradarai seri film Box Office Dilan bersama Pidi Baiq) dan dibintangi oleh aktor-aktris remaja yang sedang naik daun: Adhisty Zara, Angga Yunanda, si cantik Dania Salsabila, dan Syakir Daulay. Kalau lo sering nonton film-filmnya Fajar, pasti lo akan ngangguk-ngangguk dan bilang, "Ini Fajar Bustomi banget." saat menonton Mariposa.

Premisnya sangat sederhana dan biasa dipakai oleh para penulis teenlit romance di Indonesia, yaitu seorang cewek yang berprestasi sangat ingin membuat cowok yang disukainya jatuh hati, namun cowok itu lebih mementingkan belajar dan keinginan orangtuanya. Simpel tapi diolah dengan cukup baik.

Menceritakan Acha, siswi yang pintar dan berprestasi yang jatuh cinta kepada siswa yang juga pintar dan berpretasi bernama Iqbal. Acha adalah karakter yang ceria dan pantang menyerah dalam mendapatkan apa yang dia inginkan. Sementara Iqbal sebaliknya, dia dingin, kaku, nggak asik, dan nggak pekaan.

Mereka disatukan dalam tim untuk mengikuti kompetisi sains tingkat nasional yang sangat bergengsi. Dalam tim tersebut, ada Juna, kapten tim yang mengagumi Acha (tapi Acha-nya enggak). Jujur, menurut pengamatan gue sih, cinta segitiga di antara mereka nggak terlalu kelihatan. Karena apa yang ditampilkan di film hanya tentang Acha dan Iqbal. Story line film ini tidak memperkenalkan Juna lebih dalam, sehingga kita tidak begitu simpati dengan karakternya.

Konflik mulai menegang ketika Ayah Iqbal menekan Iqbal supaya lebih fokus belajar dan melarangnya berpacaran. Ayahnya ingin Iqbal melanjutkan pendidikan tingginya di Bristol University, UK. Iqbal yang penurut mau tidak mau harus tetap manut.

Ada beberapa line yang gue suka. Terutama di scene di perpustakaan yang cukup komedik. Acha berdebat dengan Iqbal dengan menggunakan istilah-istilah kimia. "Nitrogen ketemu hidrogen jadi amonia. Hidrogen ketemu oksigen jadi molekul air. Logam natrium ketemu asam klorida jadi natrium klorida. Sama kayak Iqbal ketemu Acha jadi, kita lebih simpel." Kemudian Iqbal menyanggahnya dengan, "Ada yang lebih simpel. Gue air, lo minyak. Nggak akan pernah nyatu!"

Punchline-nya adalah, "Bisa! Kalau pake sabun." Gue nggak expect bakal ngarah ke situ. Scene ini sederhana, tapi dikemas dengan sangat baik.

Akting para aktornya juga lumayan lah. Emang ada sih, extras yang aktingnya kaku. Tapi nggak terlalu berpengaruh ke film. Zara sama Angga mah, udah biasa. Chemistry mereka udah bagus sejak di Dua Garis Biru. Gue justru cukup impressed sama aktingnya si cantik Dania Salsabila. Berpotensi ini anak.

Di samping semua itu, Fajar Bustomi berhasil mengeksekusi filmnya dengan baik. Well done!

Ada beberapa hal yang perlu kita renungi dan pelajari bersama dari film ini. Seperti orangtua yang overprotective yang justru membuat si anak kehilangan dirinya sendiri. Orangtua seharusnya lebih peka terhadap apa yang anak inginkan dan butuhkan, bukan hanya memikirkan apa yang terbaik menurut orangtua. Dan belajar dari karakter Juna, bahwa mencintai dan memiliki adalah dua hal yang berbeda. Kita harus memberi batas yang jelas. Kita juga harus tahu kapan memulai dan kapan berhenti.

Tapi ada satu adegan yang bikin gue mengerutkan kening dan menyudutkan alis. Ya, adegan di rumah sakit. Ini memang sering terjadi sih, di dunia nyata. Tapi nggak segila ini. Si suster mendapati Iqbal sedang menjaga Aca yang terbaring karena kelelahan. Entah dapat ide dari mana, si suster terus menggoda Iqbal kira-kira begini, "Aduh, lagi ngejagain PACARNYA, ya?" Dan dialog itu dikatakan berulang-ulang oleh si suster.

Gue dalam hati, "Kenapa sih, setiap kali ada cewek sama cowok seumuran lagi berduaan, selalu dianggap pacaran? Bisa aja kan, ada momen di mana mamang-mamang bakso berduaan sama mbak-mbak pecel lagi berbagi resep rahasia. Nggak berarti pacaran, kan?"

Okay, maafin gue.

Balik lagi ke Mariposa. Film ini jelas lebih baik dari seri film Dilan kalau dinilai secara keseluruhan mulai dari story line, penyutradaraan, akting para aktornya, visual, audio, dan penuturan ceritanya. Tapi kalau dinilai dari segi keromantisan sih, Dilan masih menang. Gombalan-gombalan Dilan itu di luar ekspektasi. Nggak kepikiran gue bikin gombalan kek Dilan. Pidi Baiq is the best!

Score Mariposa: 7.2/10

Post a Comment

0 Comments