The Mitchells vs. The Machines (2021): Sweet, Smart, and Entertaining

The Mitchells vs. The Machines mampu menunjukkan tajinya dengan berani. Pertunjukan drama komedi berbalut drama keluarga yang dikemas dengan apik dan rapi. Adalah Michael Rianda dan Jeff Rowe yang duduk di belakang kemudian, menyetir film animasi ini dengan sangat baik.



Casts: Michael Rianda, Abbi Jacobson, Danny McBride, Maya Rudolph

Gue tidak akan banyak bicara soal kualitas visual, selain karena pengetahuan gue yang kurang, animasi bikinan Sony ini memang enak dipandang sejak awal. Tidak buruk menurut kacamata awam gue.


Sinopsis


Film ini menceritakan keluarga Mitchell yang super-aneh. Rick—biang keanehan keluarga ini—adalah tipe bapak norak yang gagap teknologi (lebih tepatnya, membenci teknologi), dan selalu membawa obeng Robertson head non-slip nomor 3 ke mana-mana. Sementara Linda, si ibu rumah tangga yang gemar membuat kue dan suka menguntit tetangga mereka yang populer dan tampak harmonis—hidup Linda dipenuhi kecemasan berlebih. Si bungsu Aaron terobesesi dengan dinosaurus dan memiliki hobi aneh: menelepon nomor random di buku telepon dan menanyakan apakah mereka ingin membicarakannya. Dan..., karakter utama kita Katie Mitchell, si gadis aneh yang kesepian. Bercita-cita menjadi film maker namun tak ada yang menggubrisnya.

Suatu hari Rick dan Katie bertengkar karena Katie dianggap terlalu percaya diri dan ambisius saat membicarakan karya uniknya. Di hari Katie seharusnya melaksanakan orientasi kampus di California (sekolah film yang dia dambakan), Rick dengan ide abnormalnya justru mengajak Katie membolos dan melakukan perjalanan keluarga dalam rangka berbaikan. Dan perjalanan itu membawa mereka ke permasalahan sesungguhnya. Robot produksi salah satu perusahaan teknologi di Silicon Valley memberontak dan berusaha memenjarakan manusia. Keluarga Mitchell terlibat dalam kiamat yang tidak terduga.

Plot


Animasi besutan Sony Pictures Animation ini berhak dilabeli film yang worth watching sekaligus inspiring. Film ini dibuka dengan sangat efektif dengan monolog Katie yang kelak di bagian ending dibayar dengan pay off yang sepadan.

Memasuki babak kedua, saat robot-robot mulai memburu manusia, kita dihadapkan pada dua konflik berbeda—yang dijalankan bersamaan—yaitu Katie dan Rick yang belum kunjung berbaikan, dan di sisi lain mereka juga diintai oleh robot pintar. Mereka dipaksa untuk bekerja sama (tentu dengan cara mereka yang tidak normal) untuk melewati terjangan robot-robot itu.

Plot berjalan dengan cukup cepat namun tidak melelahkan. Elemen komedi yang ditulis dengan sangat baik mampu mengocok perut penonton dan jauh dari kesan membosankan—belum lagi secara visual film ini memiliki kualitas jempolan. Menonton film ini seperti menaiki wahana ombak, membuat kita terombang-ambing, tapi menyenangkan.

Tensi film terus meningkat seiring waktu berjalan: semakin seru dan menegangkan. Alurnya berkali-kali menelurkan twist yang akan membuat lo semakin penasaran, akan ada kejutan apa lagi? Selain itu, perubahan karakter juga terasa natural dan masuk akal. Hubungan Rick dan Katie semakin membaik meski beberapa kali coba dirobohkan lagi oleh Pal, dalang kekacauan itu.

Secara naratif, film ini sama sekali tidak mengecewakan. Bahkan gue cukup tersentuh dengan bagaimana keluarga Mitchell akhirnya menemukan jati diri mereka sebenarnya. Linda yang jadi berani dan tidak lagi insecure, Aaron yang masih bodoh tapi menjadi sedikit berani, Katie yang semakin percaya diri, dan Rick yang pelan-pelan memahi pentingnya teknologi.

Satu hal menarik yang perlu gue garisbawahi: berpikir dengan cara yang orang lain bilang tidak normal, aneh, dan tidak masuk akal justru bisa jadi penyelamat umat manusia. Maksudnya, selama kita percaya dengan kemampuan kita—meski orang lain meremehkan—kita akan berhasil. Karena proses usaha yang tidak kenal menyerahlah yang pada akhirnya mewujudkan keberhasilan.

Catatan:

The Mitchells vs. The Machines mengalami sedikit oleng di bagian tengah, seperti tersesat dalam dunia ceritanya, namun sangat sutradara mampu mengembalikannya tanpa keraguan sedikit pun. Itu yang membuat film ini kokoh secara keseluruhan.

Skor: 8


Post a Comment

0 Comments