Rebel Ridge: Kritik Sosial yang Terjebak dalam Aksi Tanpa Nyali





Ada sesuatu yang salah ketika sebuah film dengan premis balas dendam, korupsi, dan aksi brutal justru gagal meninggalkan kesan berarti. Rebel Ridge, film karya Jeremy Saulnier yang dikenal lewat karya-karya tajam seperti Green Room dan Blue Ruin, mencoba berbicara tentang keadilan sosial di tengah ketegangan aksi. Namun, apa yang dimulai sebagai thriller dengan ambisi besar ini berakhir sebagai contoh klasik dari bagaimana film yang menjanjikan bisa tersandung di hadapan eksekusi yang terkesan malas dan pacing yang lambat. Di atas kertas, ini adalah film yang seharusnya menendang pintu masuk, tetapi yang kita dapatkan hanyalah ketukan ringan di ambang batas.

Rebel Ridge berpusat pada seorang mantan marinir (diperankan oleh John Boyega) yang menyimpan dendam terhadap kelompok polisi korup yang menghancurkan hidupnya. Narasi ini menawarkan premis yang relevan, dengan tema tentang kebusukan institusi yang, jika dikerjakan dengan baik, bisa menohok pada saat yang tepat. Film ini jelas tahu apa yang ingin disampaikan—bahwa dalam masyarakat yang dikendalikan oleh aparat yang korup, seseorang pada akhirnya harus bangkit untuk melawan, terlepas dari "harga" yang harus ia bayar.




Secara tematik, Rebel Ridge seharusnya menjadi film yang berbicara dengan lantang. Ini adalah film tentang ketidakadilan, tentang bagaimana sistem yang kita percaya bisa hancur karena mereka yang seharusnya melindunginya. Namun, apa yang mungkin menjadi kritik tajam tentang korupsi institusional malah terperosok dalam tempo yang membosankan dan aksi yang seperti kehilangan energi. Plot yang sebenarnya solid, dengan pondasi naratif yang kuat, tenggelam dalam pacing yang membuat kita merasakan setiap menit seperti jam.

Kita tidak akan menyangkal bahwa John Boyega adalah aktor yang luar biasa berbakat. Di sini, dia memberikan performa yang seharusnya bisa mengangkat film ini. Dia penuh dengan intensitas, mencoba meraih setiap momen dengan emosi yang dalam. Tapi sayangnya, bahkan Boyega tidak bisa menyelamatkan film ini dari jebakan ketidakfokusan. Karakternya, meskipun punya motivasi yang jelas, akhirnya terjebak dalam skenario yang hanya mempermainkan klise-klise usang dari genre aksi balas dendam. Dia terlibat dalam satu adegan kekerasan ke adegan berikutnya tanpa perkembangan yang cukup berarti.

Dan berbicara tentang adegan aksi, ini mungkin adalah masalah terbesar film ini. Rebel Ridge terlihat seperti film yang tahu bagaimana cara mempersiapkan ledakan, tetapi lupa menyulut sumbunya. Adegan aksinya, yang seharusnya menjadi detak jantung film, terasa seperti disutradarai tanpa semangat. Setiap pukulan, tembakan, dan ledakan gagal menghasilkan intensitas yang diperlukan. Ada ketegangan yang mengintai di sudut-sudut layar, tetapi tidak pernah benar-benar meledak. Jika ini adalah pertarungan besar antara protagonis dan antagonis, maka pertarungannya lebih mirip pertarungan bantal daripada duel hidup mati.

Masalah terbesar lainnya adalah pacing. Film ini terseret-seret dari satu adegan ke adegan lain dengan begitu lambat, seolah-olah ia tidak yakin apakah ingin berlari atau sekadar berjalan malas di tempat. Setiap kali film mencoba membangun momentum, pacing yang lambat mematahkan semua usaha itu. Film ini merasakan urgensi, tapi kemudian mengabaikan urgensinya sendiri. Penonton dihadapkan pada cerita yang seharusnya padat, tapi diceritakan seperti gumaman panjang yang tidak pernah sampai pada titiknya.

Mungkin yang paling mengecewakan dari Rebel Ridge adalah potensinya. Film ini punya pondasi cerita yang bisa menjadi sesuatu yang sangat berarti. Ada komentar sosial yang jelas di dalamnya, sebuah peringatan tentang apa yang terjadi ketika hukum dikendalikan oleh orang-orang yang menyalahgunakan kekuasaannya. Namun, pesan ini tidak pernah benar-benar disampaikan dengan jelas, karena film ini lebih sibuk dengan aksi yang setengah matang dan tempo yang tidak pernah berhasil menemukan langkah yang tepat.




Pada akhirnya, Rebel Ridge adalah film yang punya ambisi besar tapi kalah oleh eksekusi yang loyo. Narasinya cukup kuat untuk membuat kita peduli, tetapi eksekusi aksinya terlalu lemah untuk membuat kita tetap bertahan. Pacingnya menyeret cerita yang sebenarnya punya banyak hal untuk ditawarkan, membuat film ini lebih terasa seperti tugas yang harus diselesaikan daripada pengalaman yang harus dinikmati. Saulnier, yang pernah menunjukkan kekuatan dalam film-film sebelumnya, kali ini tampaknya kehilangan sentuhannya, membuat Rebel Ridge menjadi sebuah janji yang gagal ditepati.

Post a Comment

0 Comments