Ghost Lab (2021), Horor Jelek dari Thailand

Directed by Paween Prijitpanya

Starring Paris Intarakomalyasut, TOH Thanapob Leeratanakajorn



Selama ini Thailand telah banyak memproduksi film horor yang seram sekaligus menguras emosi. Namun untuk film yang satu ini, dua elemen tersebut sama sekali tidak terasa. Apalagi unsur sci-fi yang coba dibawa justru tenggelam oleh ambisi film ini sendiri. Premisnya sangat menjanjikan, tapi dieksekusi dengan serampangan.


Ghost Lab menceritakan dua orang dokter, Gla dan Wee, yang melakukan eksperimen untuk membuktikan kebenaran adanya hantu. Awalnya, Gla adalah satu-satunya yang percaya bahwa hantu eksis di dunia ini, karena dia pernah didatangi oleh mendiang ayahnya saat masih kecil. Motivasi tersebut sebenarnya belum cukup untuk membentuk rasa penasaran akan keberadaan hantu. Gla sendiri mengatakan bahwa dia baru melihat hantu sekali. Padahal bisa jadi waktu itu dia berhalusinasi. Dari situ saja, gue sudah menyudutkan alis, was-was, kebodohan apa lagi yang akan muncul.


Kemudian Wee seorang dokter yang sangat rasional. Orang yang tidak percaya hantu. Tiba-tiba suatu malam di dekat vending machine, dia menyaksikan hantu dengan Gla. Kejadian itu membuatnya percaya, bahwa hantu mungkin memang ada. Alasan Wee berpatisipasi dalam eksperimen gila yang dilakukan Gla jelas. Dia melihat hantu, dengan visual yang menyeramkan, dan juga disaksikan langsung bersama Gla. Alasannya masuk akal.


Namun muncul kebodohan lain dari dua dokter ambisius ini. Membiarkan orang tercinta mati demi eksperimen yang aimless. Lalu pada momen di mana ibu Wee yang sudah bertahun-tahun dirawat di rumah sakit di mana ia bekerja, kondisinya semakin parah. Sebagai anak, apalagi berprofesi sebagai dokter, seharusnya Wee berusaha optimis bahwa ibunya bisa diselamatkan. Atau setidaknya tidak kepikiran melepas ibunya pergi hanya karena sebuah eksperimen. Dude, she's your mother! Jadi persona anak sayang ibu yang ditampilkan sejak awal nggak berguna, dong? Bodoh.


50 menit awal film sangat membosankan. Bahkan gue sempat berniat berhenti menonton dan melanjutkan pekerjaan. Namun sejujurnya gue masih punya optimisme bahwa mungkin separuh film sisanya akan jauh lebih baik dan ditutup dengan konklusi memuaskan. Dan gue dikhianati sekali lagi oleh film ini. Sampai akhir, yang ada gue menggerutu dan mengumpat. Niat nggak sih, bikin felem?


Datang dari Production House ternama yang kerap melahirkan karya-karya berkualitas macam Bad Genius (2017) ternyata tidak cukup untuk mengembangkan ide Ghost Lab yang sesungguhnya menjanjikan. Dari segi cerita dan penuturan, film ini benar-benar gagal memberi kesan horor dan sci-fi yang menjadi label mereka.


Hal-hal yang gue tidak mengerti dalam film ini adalah kenapa dua dokter tercinta kita ini, menyimpulkan bahwa hantu adalah penjelmaan dari orang yang sudah meninggal? Sehingga mereka berasumsi bahwa jika orang yang mereka cintai meninggal, maka akan datang menemui mereka? Dan itu membuat Gla memutuskan menembak dirinya sendiri, demi eksperimen bodoh ini? Aneh dan bodoh. Padahal sejak awal kita diiming-imingi dengan unsur science fiction yang menggebu-gebu. Tapi akhirnya balik lagi ke mitos yang sering kita dengar dari mulut ke mulut. Yang namanya eksperimen itu kan, metodenya harus jelas. Di film ini, kita dibikin kebingungan oleh kebingungan dua dokter yang pengin nama mereka terpampang di majalah The Experiment. Ya, gimana mau terpampang, wong eksperimennya saja tidak jelas arahnya?


Mengenai perkembangan karakter utama, menurut gue tidak masalah. Wee menjadi gila itu sangat wajar. Gue juga akan gila kalau punya teman aneh kayak Gla, yang melakukan eksperimen tentang hantu hanya karena pernah didatangi ayahnya (yang bisa jadi itu halusinasi belaka). Satu-satunya yang mending di film ini memang bagian di mana Wee terus merasa penasaran dengan hal-hal tak terduga yang disaksikannya, ditambah riwayat kesehatan mentalnya yang terganggu sejak ibunya meninggal. Walaupun lagi-lagi gue harus dikecewakan. Film ini tidak bisa mencapai klimaks yang memuaskan. Bahkan konklusinya tidak konklusif. Film ini menyisakan pertanyaan besar bagi gue: kenapa film ini dibuat?


Film ini benar-benar menantang logika manusia. Seberapa keras pun gue berpikir bahwa film ini masuk akal, gue tidak berhasil. Film ini seperti ditulis oleh anak SMA yang ambisius. Ide boleh gila, tapi logika jangan ditinggalkan dong.


Kalau saja, Ghost Lab ditangani oleh orang yang tepat, gue rasa hasilnya mungkin akan jauh lebih baik dan memuaskan. Atau setidaknya, beri waktu lagi selama beberapa bulan untuk proses pengembangan naskah. Man, film ini seperti dieksekusi dari naskah draf pertama!


Skor: 3/10



Post a Comment

0 Comments