BALADA SEPASANG KEKASIH GILA (2021): Terlalu gila untuk dimengerti apa maksudnya

 


Directed by Anggy Umbara

Starring Sara Fajira, Denny Sumargo


Balada Sepasang Kekasih Gila (2021) diadaptasi dari novel karangan Han Gagas berjudul sama. Han Gagas sendiri turun tangan untuk menggarap skenario adaptasi ini. Namun gue tidak akan membahas versi novelnya, karena hanya akan menjadi prejudice, gue belum membacanya.

Balada Sepasang Kekasih Gila (2021) menceritakan Jarot (Denny Sumargo) orang dengan gangguan jiwa yang dipidana karena membunuh orang dan dianggap komunis. Ia ditahan di tahanan khusus, kemudian dipindahkan ke rumah sakit jiwa, dan pada akhirnya dibebaskan meskipun Jarot tidak memiliki tempat untuk dituju. Di sisi lain, ada Lastri (Sara Fajira) orang dengan gangguan jiwa yang kerap diolok-olok warga, pada suatu malam diperkosa oleh tiga preman. Pada malam itu juga, Lastri memanfaatkan kelengahan para preman dan berhasil lolos. Setelah melepaskan ikatan tangannya, Lastri membunuh ketiga preman tadi dengan gunting. Lastri pun dipenjara. Ya, dipenjara meskipun divonis sebagai orang dengan gangguan jiwa. Mereka bertemu dan saling jatuh cinta.

 

Review

Tahan dulu, jangan dulu emosi. Gue juga berusaha menahan diri. Film ini dimulai dengan kejadian-kejadian tidak masuk akal. Bagaimana mungkin orang dengan gangguan jiwa bisa dipenjara? Kenapa mereka tidak ditahan di rumah sakit jiwa atau tahanan khusus lainnya agar ditangani oleh orang yang tepat? 

Gue bertanya-tanya sepanjang film. Namun gue harus bersabar dan terus berpikir positif. Film ini pasti hanya sedang mengecoh gue, film ini pasti punya kejutan yang bisa membuat gue jingkrak-jingkrak dan histeris. Untuk itu, gue tetap bertahan.

Sebelum membahas plot, sinematografi, musik, dan lain-lain, mari kita bedah dua karakter utama film ini: Jarot dan Lastri.

Selain gangguan kejiwaan, kesamaan lain dari kedua karakter utama adalah TIDAK DITULIS DENGAN BAIK. Karakternya sangat dangkal. Tidak ada penjelasan latar belakang yang berarti, tidak konsisten, dan gue merasa di titik tertentu karakter ini ditulis dan dimanifestasikan secara berlebihan. 

Mari bedah satu per satu.

JAROT

  • Jarot digambarkan sebagai orang yang memiliki gangguan jiwa (jelas), tetapi juga humanis. Jarot gemar menolong orang yang disakiti, ditunjukkan pada saat Jarot menolong Lastri.
  • Jarot sangat religius dan nasionalis. Beberapa adegan seperti menyanyikan lagu kebangsaan dan membicarakan tuhan, membuktikannya. Namun eksekusinya terlalu lama dan berlebihan, padahal kontribusinya untuk plot sangat minim. Bahkan bisa dibilang tidak berpengaruh sama sekali.
  • Tidak ada penjelasan apa yang membuat Jarot memiliki karakter seperti itu. Jarot kerap menyebut-nyebut ayahnya, tetapi itu justru membuat gue menyudutkan alis sambil menahan diri untuk tidak menutup laptop.
  • Kadang Jarot bisa berpikir lumayan jernih, dan ini membingungkan. Dari awal dia digambarkan "gila" tapi kok ... ah, sudahlah.
  • Wujud Jarot agak meragukan; makeup berlebihan dengan wig yang sangat kentara.

LASTRI 

  •  Penulisan karakter Lastri jelas lebih membingungkan daripada Jarot. Karakter Lastri ditulis dengan sangat tidak konsisten. Just poorly written.
  • Lastri sejak awal sudah digambarkan "gila" dan bahkan diolok-olok warga. Namun dia suka membaca buku? Dan tidak ada satu pun adegan dia membaca buku? 
  • Lastri membunuh orang karena dia diperkosa, tetapi setelah dibebaskan, dia mau jadi pekerja seks? Apakah itu masuk akal? Apakah Lastri tidak mengalami trauma, minimal trauma tubuh? Kenapa Lastri tidak menolak?
  • Terkadang Lastri tampak seperti orang yang tidak punya gangguan kejiwaan.
  • Sama seperti Jarot, Lastri "didandani" dengan wig yang bisa dengan jelas kita lihat bahwa itu MAKSA.
 

Di samping dua karakter utama yang tidak konsisten, ceritanya juga tidak jelas. Entah gue yang tidak cukup pintar untuk memahami maksudnya, atau naskahnya yang ditulis sambil merem. Gue berusaha memahami adegan demi adegan walaupun kepala mulai pening sejak adegan Jarot dan Lastri menikah, dinikahkah penghulu, di MESJID, dengan cara ISLAM. Oh my fucking God! udah gitu ada saksi nikahnya, dan mereka semua bilang sah.

Gue sempat berpikir bahwa film ini memang dibuat filosofis dan puitis. Namun sampai akhir film, gue tidak melihat ada unsur puitis atau filosofis. Ini murni karena naskah dan eksekusinya yang tidak maksimal. Alih-alih menjadi film yang filosofis atau puitis, Balada Sepasang Kekasih Gila (2021) tak ubahnya film yang mewakili ambisi pembuatnya dengan usaha seadanya.

Secara visual ... ya, so so lah. Malah beberapa adegan agak menyilaukan mata gambarnya. Kualitasnya sedikit di atas FTV lah, lumayan. Akting Denny Sumargo dan Sara Fajira juga terbilang meyakinkan untuk ukuran aktor yang baru debut.

Sejujurnya tidak sulit untuk melihat sisi positif dari film ini, tetapi terlalu banyak kekurangan yang menutupi. Dari yang vital seperti naskah dan teknis visual pun, film ini tampak kewalahan. Namun ada hal positif yang bisa kita lihat: kritik sosial. Bagaimana dunia memandang orang dengan gangguan jiwa benar-benar diperlihatkan, meski tidak ditulis dengan baik. Namun gue cukup mengerti di bagian ini, apa maksud dari penulis dan sutradara.

Satu lagi. Penggunaan narator anak kecil yang mengaku sebagai anak Jarot dan Lastri sebetulnya menjadi pembeda. Ini hal positif sampai gue terganggu dengan diksi narasinya. Narator ini juga sayangnya tidak memiiliki akhir yang baik alias ditelan plot twist yang bikin kita terperangah. HAH? Ternyata...

Gue akan menutup ulasan ini dengan kalimat mutiara:

"Jika engkau sedang mengalami sakit kepala, pusin, dan mual-mual, jangan berani menonton film ini. Film ini dapat memperparah penyakit Anda." Peace, Mas Anggy!

Available on Klik Film

Rating dari gue:

🌕🌕🌑🌑🌑

Post a Comment

0 Comments