MIDNIGHT DINER (2019): BUKAN SEKADAR TENTANG MAKANAN





Directed by Tony Leung Ka-Fai

Starring Tony Leung Ka-Fai, Tony Yang, and more. 


Berlatar di gang kecil di bilangan Kota Shanghai, sebuah kedai tengah malam berdiri untuk menerima pesanan makanan dan telah menjadi tempat berkeluh kesah para pengunjungnya.

Premisnya sangat akrab bagi penikmat series populer asal Jepang, Midnight Diner: Tokyo Stories, yang sama-sama diadaptasi dari novel grafis terkenal karya Shin'ya Shokudō berjudul sama. Sebagai penggemar berat versi Jepang, awalnya agak sulit bagi gue untuk menilai Midnight Diner versi Cina dengan objektif. Namun pada akhirnya gue melihat beberapa hal menarik untuk dibahas.

Tulisan ini akan singkat karena tidak banyak yang ingin gue bahas. Hanya beberapa perbedaan antara versi film besutan Tony Leung Ka-Fai ini dengan versi series Jepang. Ya, memang ada dua versi film lainnya, tetapi karena gue belum menonton semuanya, akan sulit untuk membandingkannya dengan versi Cina ini. 

Gue biasa melihat Tony Leung Ka-Fai di film sebagai aktor, entah film apa saja yang sudah ia garap, yang pasti Midnight Diner (2019) ini cukup membuktikan bahwa ia cukup berbakat untuk duduk di kursi sutradara. Kesan feel good yang kita rasakan di versi Jepang juga bisa kita rasakan di film ini, meski tidak begitu intens karena terlalu episodik untuk sebuah film.

Sebelumnya, buat lo yang tidak familier dengan manga atau series-nya, mungkin akan berpikir film ini menceritakan makanan atau filosofi makanan, dan hal-hal semacamnya. Tidak. Film ini, atau bahkan sumber aslinya adalah slice of life stories. Beberapa makanan kerap menjadi perumpaan, tapi tidak banyak. Secara visual akan sangat menggiurkan, tetapi yang terpenting dalam cerita ini adalah curhatan pelanggan kedai tengah malam. 

Film ini menceritakan setidaknya empat kisah yang berbeda untuk karakter yang berbeda pula. Konsep seperti ini memang kerap menjadi jebakan untuk sebuah film. Apalagi durasi film ini kurang dari dua jam. Setiap cerita menyentuh dan beberapa bahkan sangat relatable, tetapi terlalu singkat. Entah karena gue masih belum bisa move on dari versi Jepang atau film ini memang perlu tambahan durasi. Atau..., mungkin versi film ini kurang cocok dengan format seperti ini. 

Jika saja film ini hanya memuat dua cerita di dalamnya, gue rasa akan lebih efektif. Film ini bisa dengan lebih santai menuturkan kisah-kisah ini tanpa mengurangi kesan sumber aslinya. Sayang sekali gue belum menonton dua versi film Jepangnya. 

Pada dasarnya, gue memang tidak terlalu menikmati film dengan format yang episodik seperti ini. Selama menonton Midnight Diner (2019) ini, gue seperti sedang menonton web drama kualitas sinema secara maraton. Balik lagi ke selera. 

Secara keseluruhan gue suka kok. Visualnya cakep, musiknya juga sangat mengandung bawang. Satu-satunya kekurangan film ini adalah kesan. Kalau gue belum menonton versi series-nya, gue tidak akan banyak protes, hehe. 

Available on Klik Film! 

Dari gue:

🌕🌕🌕🌗🌑

Post a Comment

0 Comments