Playing God (2021): Memanfaatkan 'Tuhan' dalam Misi Perampokan yang Janggal




Manusia, termasuk saya, sering kali menyalahkan Tuhan saat situasi tidak seperti yang kita harapkan. Kita menyalahkan Tuhan karena konsepsi yang salah kaprah soal Tuhan menghendaki segala hal yang terjadi di semesta — terlepas dari baik atau buruk. Tuhan punya kuasa yang tiada tara. Dan sialnya, Tuhan tak pernah bisa digugat. Manusia yang putus asa terhadap keyakinannya pada Tuhan, akan menganggap Tuhan berbuat semaunya. Ceramah (atau sekadar ocehan) soal rencana Tuhan lebih besar dari kelihatannya tidak lagi mempan di telinga. 

Playing God (2021) barangkali berangkat dari isu tersebut. Saat seseorang (yang percaya pada Tuhan) berduka, hal pertama yang sangat mungkin dia tanyakan pada dirinya adalah "apakah ini kehendak Tuhan?" dan atau "apakah ini ujian atau ganjaran karena dosaku?" Sementara sekeras apapun usahanya untuk mendapatkan jawaban, senyaring apapun suaranya, dia tak mendapat apapun selain kenyataan bahwa dukanya tak bisa hilang. 

Jangan salah paham, Playing God bukan film yang esensial yang memantik benak untuk berpikir keras soal eksistensi (atau jika istilah itu terlalu kasar untuk Tuhan, mari gunakan kata 'keberadaan') Tuhan atau entitas mahakuasa lainnya. Film ini adalah film perampokan. 

Film dibuka dengan Ben (diperankan oleh Alan Tudyk) meminum semacam ramuan 'aneh' di depan dukun Brazil. Kemudian dia berkata, 'Ini bukan kebangkitan spiritual yang saya cari' sebelum memuntahkan isi perutnya. Film ini punya awal yang nakal tapi lucu, cukup menjanjikan. Saat kredit pembuka bergulir, kita akhirnya bertemu duo kakak beradik kembar - Rachel (Hannah Kasulka) & Micah (Luke Benward) - melakukan penipuan rutin mereka, diselingi dengan bidikan pemandangan Houston, Texas. Mereka bertemu dengan Lizzy (Elle LaMont), yang memberi tahu mereka tentang Ben – seorang miliarder yang berduka mencari kebangkitan spiritual. Rachel memiliki keraguan, sehingga mereka memutuskan untuk tidak mengejarnya. Namun, situasi menjadi dilematis ketika Vaughn (Marc Menchacha) menagih uang yang 'dicuri' Micah. Rachel terpaksa meminggirkan batasan moralnya untuk membantu saudara kembarnya. 

Skema mereka dalam menipu Ben berjalan mulus atas bantuan Frank (Michael McKean) yang berperan sebagai Tuhan palsu. Tidak terlalu meyakinkan, tetapi bagi Ben yang putus asa, Frank terlihat seperti Tuhan sungguhan. Di sini, saya tidak melihat upaya yang sungguh-sungguh dari Brignac (sutradara) untuk membuat skema penipuan yang lebih apik. Semuanya dibuat segampang seperti hanya dipikirkan dalam satu tegukan bir minimarket.

As for you, you meant evil against me, but God meant it for good, to bring it about that many people should be kept alive as they are today. — Joseph, The Book of Genesis (50:20) 

Semuanya — perampokan dan poin yang hendak disampaikan film ini — menjadi kabur seiring plot yang kehabisan akal. Subplot Rachel yang melibatkan hati pada sasarannya, June (Jude Demorest) diakhiri dengan begitu picik. Padahal, jika bisa sedikit lebih bersabar, hubungan keduanya bisa memunculkan konflik dan momen dramatis yang bisa menaikkan intensitas film. 

Melabeli film ini sebagai dramedy rasanya agak kurang pas karena kita hanya mendapatkan banyak komedi dan sedikit drama. Hingga akhir, saya tidak mendapatkan konklusi yang memuaskan setelah dibawa terombang-ambing oleh naskahnya yang miskin eksplorasi.





Saya menonton cukup film perampokan untuk tahu bahwa subgenre ini selalu memiliki twist. Ya, Playing God juga memiliki twist yang 'waduh ternyata dia...' dieksekusi sekenanya. Seharusnya pengungkapan twist itu bisa lebih dramatis. Dari sana kita tahu bahwa Playing God adalah juga film balas dendam. Pembalasan dendam dari sepasang anak kembar pada ayah yang mencampakkan mereka — dan merampok kebahagiaan mereka. Menurut Micah, merampok Ben adalah bentuk pembalasan yang layak didapatkan Ben. Menurut saya, Ben tidak terlihat semenyesal yang diharapkan Micah. 

Playing God, terlepas dari kesannya sebagai film yang made-for-tv-feel, adalah film perampokan yang cukup unik dan menyenangkan, walaupun punya banyak kekurangan di sana-sini. Selebihnya, masih bisa dinikmati. Kamu tidak perlu terlalu memikirkan poin yang ingin disampaikan oleh film ini, karena poin itu tersembunyi di halaman paling belakang naskah skenario, sebuah kutipan dari The Book of Genesis. Jadi, anggap saja film ini hiburan keluarga biasa.

________________

Directed by
Starring Hannah Kasulka, Luke Benward, Alan Tudyk, Michael McKean

Post a Comment

0 Comments