Minnal Murali (2021): Jagoan Super Desa Kurukkanmoola

Directed by Basil Joseph

Starring Tovino Thomas, Guru Somasundaram, Femina George, Harisree Ashokan, P. Balachandran

 


Minnal Murali merupakan film superhero berbahasa Malayalam pertama. Di India sendiri sudah ada beberapa film superhero sebelum ini. Mulai dari Krrish, Ra.One, hingga A Flying Jatt. Tidak seperti film superhero Hollywood yang memiliki sumber yang sudah matang sejak awal (komik) dan memiliki jagat sinemanya sendiri, Bollywood atau perfilman Malayalam belum terlalu mengeksplorasi film jenis ini. Sejauh ini hanya Krrish yang cukup sukses (setidaknya secara komersial) hingga mengeluarkan 3 sekuel.

Saya mendapati Minnal Murali unik. Seperti yang kita tahu, kebanyakan film jenis ini selalu berlatar di perkotaan dan dilengkapi teknologi canggih. Minnal Murali bertempat di sebuah desa bernama Kurukkanmoola dan memuat elemen tradisional yang cukup dominan di film ini. Minnal Murali sendiri menceritakan Jaison (Tovino Thomas), seorang penjahit yang nyentrik, disambar petir setelah dirinya tahu pacarnya akan dinikahi orang lain. Di tempat yang lain di sebuah danau, Shibu (Guru Somasundaram) juga tersambar petir kala sedang berada di atas sampan. Secara ajaib, mereka berdua mendapatkan kekuatan super. Namun, keduanya berjalan ke arah yang berbeda. Jaison, atas dorongan nurani, keponakannya, dan kenangan tentang ayahnya, membuatnya ingin bermanfaat bagi orang lain. Sementara Shibu yang sebelumnya tidak pernah dianggap oleh masyarakat, menggunakan kekuatannya untuk memenuhi kepentingannya dan balas dendam.

 


 

Minnal Murali berjalan dengan tempo yang cukup lambat di awal. Porsi itu dialokasikan seluruhnya untuk mengenalkan protagonis dan masyarakat Desa Kurukkanmoola. Dengan musik yang khas, penonton seperti sedang diajak mengelilingi desa sebelum pergelaran sesungguhnya dimulai. Kita dituntun untuk mengenal karakter-karakter di film ini. Setelah Jaison dan Shibu mendapatkan kekuatannya, film ini memilih untuk memberi ruang eksplorasi karakter ketimbang langsung membebaninya dengan stake yang tinggi. Pengenalan dan eksplorasi karakter terhadap kekuatan super yang didapatkannya memiliki porsi yang saya pikir cukup. Sepanjang sekuens pertama dan kedua, meskipun kita tidak disuguhi dengan konflik yang "berarti", film ini tetap menghibur dengan komedi renyah seperti karakter Jaison yang mengenakan pakaian bermerek "abibas" dan "poma" yang merupakan plesetan dari brand populer.

Minnal Murali tidak seperti film-film DC Extended Universe (DCEU) atau Marvel Cinematic Universe (MCU). Minnal Murali menggunakan pendekatan yang lebih membumi dari keduanya. Menariknya, film ini juga membaurkan dua hal yang biasanya bertentangan: sains dan magis. Sayangnya, hal tersebut tidak memiliki porsi yang leluasa untuk mengudari asal-usul kekuatan super. Namun, hal itu termaafkan menimbang durasi yang sudah sangat panjang dan film harus menaikkan intensitas konflik.

 


Seperti yang saya katakan di awal, film ini cukup sabar untuk memberi ruang bagi karakter mengidentifikasi diri mereka yang "baru" setelah mendapatkan kekuatan super. Jaison bersama keponakannya mencari tahu jenis kekuatan yang dimilikinya, menggunakan sarung sebagai penutup wajah, menjahit kostum sendiri, hingga terbiasa dengan kekuatan itu. Begitu juga dengan karakter Shibu. Selebihnya, tidak jauh berbeda dengan formula yang digunakan film superhero pada umumnya. 

Dalam film superhero, yang penonton harapkan biasanya adalah momen pertarungan antara pahlawan super dengan penjahat. Di sini, hanya ada dua momen pertarungan antara Jaison dan Shibu. Sebelumnya, konflik berputar di masyarakat menjadi misteri yang harus aparat setempat pecahkan (kedua karakter utama belum menyadari besar pengaruh yang mereka sebabkan). Pertarungan pertama antara Jaison dan Shibu sangat menarik. Adegan kejar-kejaran dan pertarungan di dalam bus dibuat dengan sangat baik. Namun, sayang sekali pertarungan final lebih didominasi oleh drama. Bukan masalah yang besar, hanya saja momennya kurang "besar". 

Minnal Murali memiliki potensi untuk dikembangkan lebih luas lagi. Mungkin materinya belum cukup untuk dijadikan semacam jagat sinema, tetapi peluang untuk melahirkan sekuel ada. Di luar kekurangan-kekurangannya, Minnal Murali tetap menghibur. Dengan segala keterbatasan produksi, saya pikir film ini sudah berusaha sepenuhnya.

Tersedia di Netflix!



Post a Comment

0 Comments