Ramen Shop (2018): Jelajah Kuliner, Jelajah Kenangan


 

Film bertema makanan, entah bagus atau tidak sebagai sebuah film, selalu membuat saya ngiler saat menonton. Dan dari semua film tentang kuliner yang pernah saya tonton, Ramen Shop (2018) adalah yang terbaik. Film arahan sutradara Singapura, Eric Khoo, ini mampu memadukan makanan dengan drama keluarga secara apik. Tidak hanya ngiler, pipi saya juga banjir karena tak bisa menahan tangis.

Eric Khoo dengan sensitivitasnya meramu resep film ini secara dramatis, tetapi tetap dalma kadar yang wajar. Film berdurasi 89 menit ini dikemas dengan sederhana, melibatkan musik yang lembut dan banyak pengambilan gambar yang statis. Setiap gambar menampilkan emosi yang beragam. Saat kamera menyorot makanan, kadang ada kebahagiaan, kadang juga kesedihan. Makanan di film ini berkontribusi besar dalam mengantarkan emosi para karakternya. 

Film ini dimulai dengan kegiatan sehari-hari Masato Yamamoto (Takumi Saito) bersama ayahnya, Kazuo Yamamoto (Tsuyoshi Ihara) dan pamannya (Tetsuya Bessho) di kedai ramen mereka. Pelanggan perlahan habis ditelan malam. Kazuo dan Masato berpisah dengan canggung, seperti banyak relasi ayah-anak lainnya. Tak lama setelah malam itu, Kazuo wafat meninggalkan Masato sendirian dengan segunung kenangan di sebuah koper masa lalu. Masato tak lagi punya siapa-siapa selain pamannya. Setelah melihat buku harian mendiang ibunya (Mei Lian, diperankan oleh Jeanette Aw) di koper sang ayah, Masato terpanggil untuk mengunjungi keluarga ibunya di Singapura. Di Singapura, dia bertemu teman daringnya, Miki (Seiko Matsuda), seorang single parent yang mengelola bar dan juga seorang food vlogger. Bersama Miki, Masato mengenal Singapura lebih dekat lewat makanan. Setiap makanan yang dia coba -- mulai dari kepiting cabai, laksa Singapura, hingga sup iga Singapura (Bak Kut Teh) -- mengingatkan Masato pada masa kecilnya di Singapura, saat sang ibu masih ada. Miki, dengan wawasan kulinernya yang luas, menjelaskan beberapa hal tentang makanan yang mereka santap, juga cerita-cerita di baliknya.

Tujuan Masato pergi ke Singapura bukan sekadar untuk melancong, melainkan juga mencari pamannya, Ah Wee (Mark Lee). Setelah mendengar isi buku harian ibunya -- yang ditulis dalam Bahasa Mandarin, kemudian diterjemahkan oleh Miki -- Masato merasa harus menuntaskan cerita masa lalu yang belum usai. Neneknya (Beatrice Chien) tidak pernah menerima pernikahan kedua orangtuanya karena sang ayah adalah orang Jepang. Singapura sempat menjadi wilayah yang dikolonialisasi di antara wilayah lain di Asia Tenggara. Salah satu keluarga mereka meninggal karena orang Jepang. Sulit bagi sang nenek untuk menerima kenyataan tersebut.




Isu keluarga menjadi yang utama di Ramen Shop. Cara Masato dan neneknya berdamai lewat Ramen Teh (paduan ramen Jepang dan Bak Kut Teh) sangat menyentuh. Bagaimana rasa makanan bisa membuka pintu hati seseorang yang sebelumnya tertutup rapat oleh ego dieksekusi dengan cara yang sederhana namun cukup dramatis. Akting Takumi Saito dan Beatrice Chien saat menangis selagi mereka makan memberi ruang yang cukup lega bagi penonton untuk ikut merelakan yang sudah-sudah.

Perjalanan kuliner Masato berubah menjadi penjelajahan waktu yang panjang lewat daftar bumbu yang menyentuh indera perasanya. Kemarahan, kebahagiaan, tawa, tangis, hingga hal-hal yang tidak bisa dia jelaskan membaur menjadi satu porsi kehidupan. Bagi Masato, satu-satunya jembatan yang dia punya untuk menuju keluarganya hanyalah makanan -- ramen teh dan rasa masakan orangtua yang mendendap di hatinya.

Dari semua film Eric Khoo, Ramen Shop adalah favorit saya. Film ini memiliki beberapa momen hening dan hanya ada suara alat makan berdenting -- dan itu turut membawa saya duduk di meja makan bersama Masato dan Miki.

Ramen Shop (2018) merupakan drama keluarga minimalis yang campur-aduk dalam semangkuk ramen teh yang dibumbui dengan hati dan kenangan.

____________________

Directed by Eric Khoo

Casts: Takumi Saito, Seiko Matsuda, Tsuyoshi Ihara, Jeanette Aw, Mark Lee, Beatrice Chien, Tetsuya Bessho


Post a Comment

0 Comments