The Sadness (2021), Kiamat Zombi Paling Gila


Mudah untuk mengatakan The Sadness adalah horor-kiamat-zombi tergila yang pernah dibuat. Secara keseluruhan, memang bukan yang terbaik, tapi film ini memberi pengalaman sinematik yang gila. Meskipun, saya sedikit kecewa karena tidak dapat menontonnya di bioskop. Apapun itu, film ini tampil beringas dan dapat diperhitungkan dengan film-film terbaik di sub-genre ini.

Film horor Taiwan ini berlatar di Taipei. Sebuah virus bernama Virus Alvin berada pada skala mengkhawatirkan, tetapi para penyangkal mengatakan itu berita palsu atau hoax, beberapa bahkan menganggapnya aksi politis. Seorang ahli virologi memperingatkan bahwa Alvin dapat bermutasi menjadi sesuatu yang mirip dengan rabies, tetapi malah ditertawakan. Namun, siapa sangka virus itu ternyata sungguhan. Orang-orang berubah menjadi brutal, mereka saling membunuh dengan senjata apa pun. 

Sepasang kekasih (atau suami istri?) menjadi terpisah dan narasi film ini berpusat pada pertemuan mereka dengan yang terinfeksi dan upaya mereka bertemu lagi. Film ini benar-benar sadis! Tenggorokan digigit, orang dimakan hidup-hidup. Di dalam kereta bawah tanah, vena dan arteri yang terputus menyemburkan darah pada para penumpang. Perlahan, orang-orang mulai terinfeksi, entah apa penyebabnya.

Konsep zombi di The Sadness bukan zombi yang biasa kita lihat di film lain. Mereka orang hidup, berbicara, tertawa, memiliki akal, dan tetap mati ketika dibunuh, atau sederhananya, mereka bukan mayat berjalan. Mereka menyerang, membunuh, menyiksa dan memerkosa. Mereka memiliki nafsu, amarah, dan mempertahankan kecerdasan dan kemampuan mereka untuk bernalar terlepas dari kekerasan yang tak terkendali. 

Selain kesadisan, film ini juga memuat beberapa elemen black comedy meski tidak terlalu membekas buat saya.

The Sadness bukan film untuk orang yang sensitif terhadap kekerasan dan darah. Kalau bisa dideskripsikan dengan warna, maka film ini adalah merah. Sebaiknya urungkan niatmu dan tahan rasa penasaranmu jika kamu tidak terbiasa dengan film semacam ini.




+++

Hal yang mengejutkan adalah film ini adalah karya debut film panjang Robert Jabbaz, seorang film maker Kanada yang bekerja di Taiwan. Jujur, saya belum menyaksikan film-film pendek yang dibuatnya, tapi saya yakin orang ini memang punya visi yang edan. The Sadness menunjukkan kematangan penyutradaraan Rob. Dia mampu menyalurkan kengerian yang bertubi-tubi dengan berbagai shot yang unik. Musik latar pun mendukung terciptanya adegan berdarah-darah yang bikin ngilu.

Bagi penonton umum yang tidak terlalu familier dengan film semacam ini, mungkin akan sedikit kecewa. The Sadness memiliki plot yang sederhana, elemen dramatis yang kurang ngena, dan dialog yang menurut saya akan mudah dilupakan. Namun, tentu saja, penyuka film ini akan sangat puas menyaksikan kegilaan, kebengisan, dan semua adegan yang dibuat secara kreatif. Saya sendiri sangat menyukai film ini karena secara teknis sangat baik. Namun, saya tidak akan memberinya bintang lima karena pertemuan kembali karakter utama terlalu singkat dan kurang dramatis, dan tentu saja saya mempertanyakan mengapa film ini hanya berdurasi 90 menit. Tolonglah, Rob, kalau ada versi uncut, bagi-bagi!

The Sadness tidak memiliki naskah yang "dalam", tetapi secara efektif mampu menyalurkan kengerian sebagai sebuah protes, atau (mungkin) imajinasi gila soal pandemi yang menunjukkan sifat asli dan kegelapan manusia.

Film ini dapat disaksikan di Shudder!

_______________________

Directed by Robert Jabbaz

Starring Regina Lei, Berant Zhu, Tzu-Chiang Wang

Post a Comment

0 Comments